Sabtu, 01 September 2012

Tanggamus, Lampung: Warisan Pusaka


Warisan. Awal Agustus kemarin aku pergi ke Lampung. Di sebuah dusun yang memiliki adat saibatin. Penduduk asli Lampung terbagi atas 2, yakni papadun dan saibatin. Papadun biasanya berlokasi di daerah pegunungan, sedangkan saibatin berada di wilayah pesisir.

Di sana, dusun disebut "pekon". Kebetulan, saya tinggal di pekon yang menganut adat saibatin. Di pekon yang saya tinggali selama 4 hari, warga dan tetua adat mengaku bahwa hukum waris di pekon ini mengikuti hukum adat. Seperti apa adatnya?

Harta warisan ada 2, yakni warisan pusaka dan warisan harta gono-gini. Warisan pusaka adalah warisan turun-temurun dari sebuah keluarga. Warisan ini secara otomatis akan jatuh ke tangan anak laki-laki tertua. Harta ini tidak boleh dibagi dan ahli waris bertanggung jawab penuh untuk menjaga keutuhannya.

Ahli waris juga bertanggung jawab penuh atas saudara-saudara dan kerabatnya hingga kehidupan mereka mapan. Sungguh berat, ya, tugas ahli waris ini? Memang.

Tiap budaya itu bagiku mengagumkan. Masing-masing memiliki kearifan dan tujuan ideal yang luhur. Sistem waris seperti ini akan membuat harta keluarga tetap terjaga keutuhannya. Ini berarti identitas keluarga tetap terjaga. Namun, bagaimana penerapannya?

Aku berbincang dengan banyak orang. Tentu saja hukum waris seperti ini banyak menuai masalah. Bayangkan, bagaimana jika ahli waris yang ditunjuk bukan orang yang bertanggung jawab. Harta keluarga terbengkalai, tidak produktif, habis, tamatlah identitas keluarga. Kerabat yang belum mapan tidak terurus. Aku berbincang dengan seseorang. Dia mengaku bukan pewaris harta keluarga. Dia bilang dia hanya bisa menerimanya karena hukum adat tidak bisa dibantah. Dan, tanyaku bagaimana dengan kehidupannya yang  seharusnya dibantu oleh ahli waris. Dia bilang, ya, memang wajar jika kesulitan minta bantuan, tapi bantuan ada jika memang ada dan wajar juga bantuan tidak selamanya ada.

Hmmm...jadi ingat keluargaku...

Tidak ada komentar: