Minggu, 21 Februari 2016

Menulis Lagi? (bagian 2)

Kamu belum bosan membaca ceritaku? Terima kasih.

Aku akan cerita tentang kuliahku. Ya, aku memutuskan kuliah lagi. Aku sudah merencanakan akan kuliah lagi setelah 2 tahun kerja. Beruntungnya aku, aku bisa mewujudkannya, walau ada yang meleset. Aku memperkirakan akan kuliah dengan duduk manis fokus kuliah saja dan dapat beasiswa. Sebaliknya, ternyata aku harus pontang-panting membiayai kuliah sendiri sambil bekerja, tapi ini tetap harus disyukuri. Tidak banyak yang dapat kesempatan seperti ini, bukan? Hehe.

Tidak sulit untukku menentukan meneruskan ke bidang apa. Sejak semester pertama kuliah S1, aku lurus tertarik ke ilmu bahasa, linguistik, bukan sastra. Meski jurusanku bernama jurusan sastra, aku sadar sesadar-sadarnya aku hanyalah penikmat sastra kelas ecek-ecek saja yang senang baca dikit-dikit lalu lupa siapa pengarangnya, duh maafkan. Meski demikian, aku sangat mendukung pengajaran sastra di sekolah yang sebaik-baiknya, bukan yang hafalan. Oleh karena itu, sekarang ini, aku sedang menggagas pelatihan pengajaran sastra yang baik untuk guru-guru (melalui program kantor). Aku juga senantiasa mendukung jika ada yang mempelajari sastra yang hubungannya dengan pengajaran untuk anak-anak, pengelolaan buku-buku yang sesuai untuk anak-anak, uhhh, ini menarik.

Sejak kuliah S1, aku sudah tertarik dengan psikolinguistik. Aku membaca satu buku pengantar yang ditulis oleh Prof. Soenjono Darmowidjojo (semoga ejaannya benar) lalu aku sangat tertarik. Sayangnya, aku tak menemukan buku lain tentang psikolinguistik. Ada satu lagi yang ditulis beliau juga tentang penelitiannya pada cucunya sendiri. Tetap saja belum memuaskan. Sayangnya, di S1, psikolinguistik tidak diajarkan. Untuk itu, aku harus mengejarnya di S2, bukan? Sama sekali bukan alasan (meneruskan kuliah) yang idealis dan visioner, wkwkwk.

Menulis Lagi? (bagian 1)

Rasanya, sudah bertahun-tahun aku berhenti menulis. Tulisan terakhir di blog ini (bukan terakhir juga, itu yang judulnya “Tidak Salah!”, tapi sesungguhnya salah besar, haha) kutulis sekitar 2 tahun lalu. Tentang apa? Apalagi kalau bukan kisah cinta kanak-kanak. Itu cerita cinta pertama, sebetulnya ada yang kedua, tapi malas nulisnya. Aku memang tidak pernah pacaran, tapi sebagai perempuan biasa yang lemah dan sering makan mecin, aku pun pernah tertipu (oleh indahnya dunia…), wkwkwk. Sudahlah. Aku rasa menulis kisah cinta sudah tidak terlalu menarik dan tak perlu lagi dibicarakan. Aku percaya laki-laki itu baik. Hanya saja mereka menyebalkan.

Hah. Jadi, sekarang aku mau menulis apa? Hei, aku belajar merajut. Agak drama di awal aku belajar. Temanku yang sudah pandai duluan langsung menanyaiku aku ingin membuat apa, buat tas, syal, bros, dll? Mungkin, cara belajarnya dan belajarku berbeda. Aku tidak bisa belajar seperti itu sesungguhnya. Di awal belajar, aku tidak bisa membayangkan akan membuat apa. Aku hanya bisa berpikir sampai batas merajut itu apa dan bagaimana. Sama seperti saat aku masuk Jurusan Sastra Indonesia, orang-orang repot menanyai dan mengkhawatirkanku akan jadi apa. Tentu saja, aku tidak berpikir jadi apa saat mendaftar, sungguh, aku hanya mengikuti naluri aku ingin belajar itu. Itu saja. Sama sekali bukan visioner, bukan? Wkwkwkwk.

Senin, 16 Desember 2013

Untuk Seseorang di Pusaranya...

Kini permintaan maafku hanya akan melayang-layang di udara. Ucapan terima kasihku sudah tidak bermakna. Terlambat. Seharusnya, kau hidup lebih lama agar aku bisa melihatmu bahagia. Menjadi penulis inspiratif dan juga menemukan cinta.

Minggu, 29 September 2013

MUSIM DINGIN

Perempuan itu kini mendapatkan apa yang telah lama hadir dalam mimpinya. Ia berjalan sambil bersenandung. Dihirupnya wangi dingin di sekitarnya. Dipandanginya bangunan-bangunan kokoh yang selalu ia lihat dalam mimpi. Sebetulnya itu bukan mimpi menyenangkan.

Senin, 23 September 2013

Sapa Setelah Sekian Lama Hampa

Halo halo...saya ini penulis yang malas sekali, ya. Sudah berapa abad laman ini tak kutengok. Sempat juga laman ini tak bisa kubuka. Kelabakan. Mau bikin lagi...huhu...sayang sekali. Alhamdulillah...udah bisa dipulihkan alias bisa ditengok lagi. Hehehe....

Wow, banyak tulisan alay, ya. Ada beberapa tulisan yang belum selesai. Catatan skripsi, juga cerita cinta di masa lalu.

Ah, sudahlah. Tak perlu diteruskan, ya, tulisan-tulisan itu. Malas. Hahaha...

Minggu, 16 Juni 2013

Tidak Salah !



Kau sudah menolakku. Dulu. Saat itu, sambil tertawa kubilang aku suka padamu. Aku membuatnya seolah-olah candaan. Lalu, kau menyuruhku untuk menyukaimu selamanya. Kita tertawa. Ah. Tidakkah kau merasa aku sangat serius saat itu? Tidakkah kau sadar selorohmu itu adalah perintah bagiku? Sesaat kemudian, kau bilang, "kita teman". Kau menolakku. Iya. Aku merasa kau menolakku.


Jumat, 14 Juni 2013

Tentang Skripsi #1


Hei!
Skripsi saya sudah selesai. Sudah berminggu-minggu yang lalu. Bukan sombong. Saya menyelesaikannya cepat-cepat karena ingin segera DIBACA sama dosen! Biar cepat dapat revisi!
Huh! Harapan itu pupus. Sampai hari Rabu pagi kemarin saya masih berpikir bahwa dosen pembimbing saya akan banyak memberi coretan revisian dan memberi banyak-banyak masukan. Skripsi saya akan KEREN!

Awrrr...tidak.

Papah (pak dosen) hanya bilang skripsi saya sudah bagus! Koreksiannya yeyeyelalalauuu, gitu deh, tentang salah tik, fotokopian data burem, lalalili gitu. Saya dibilang bikin malu gara-gara salah tulis tanda yang seharusnya titik dua (:), tapi saya tulis titik (.). Yaelah bapaaaakkkkk...pengen teriak saya. Konten, Pak, konten saya bagaimana? "Bagus. Cukup buat saya."

Saya senang? Hah. Saya malah menangis gegulingan. Lucu, ya. Iya, betul, saya menangis. Lubang menganga di skripsi saya terlihat begitu nyata di mata saya. Saya tak tahu bagaimana menutupnya. Dan, papah bilang bagus. Bagus? Bagus? Owh.

Iri dengki saya menjadi-jadi kala teman pulang dengan skripsi penuh coretan, penuh masukan, lama sekali bimbingan yang saya dengar diselingi pujian. Oh. Saya? Saya? Bagus. Sudah bagus.

Huft. Saya belum puas. Iya, saya belum puas. Mungkin ini sudah risiko saya mengambil teori yang memang belum diajarkan. Saya belum menguasai betul. Dosen juga sudah tahu, lalu membiarkan saya riang gembira bermain-main dengan mainan baru itu. Huft.

Saya akan harus lanjut S2. Harus. Kenapa? Saya ingin mengulang dari awal. Belajar semuanya dari awal. Ya, saya berjanji untuk sabar--sabar dalam memperdalam ilmu.