Minggu, 02 September 2012

Tanggamus, Lampung: Piil Pesenggiri dan Kaca Spion

Hai, apa kabar?

Kali ini, aku ingin cerita tentang Lampung.


Aku sudah cerita, ya, kalau beberapa waktu lalu aku pergi ke Lampung. Aku harus menempuh banyak peristiwa hingga sampai ke tempat ini. Di tempat ini juga aku menemui banyak peristiwa yang tidak akan aku lupakan. Aku hanya 4 hari di sana. Singkat memang, tapi asal kau tahu pengalaman ini membuatku berkenalan dengan banyak hal.

Sampai sekarang aku masih merasa sungguh-sungguh kagum. Kagum dengan Tuhan yang menciptakan manusia hingga beragam. Kagum dengan Indonesia yang punya banyak manusia yang berbeda. Seperti Lampung, cuma sekitar 3 jam menyeberang dari Pelabuhan Merak ke Bakauheni, aku sudah merasakan hal-hal yang sungguh berbeda dari Jawa.

Dari seseorang, aku sudah diberi tahu bahwa orang Lampung agak sulit diteliti. Mengapa? Mereka orang-orang yang keras. Jika kita mendapat hatinya, mereka akan baik. Jika kita menyinggungnya, tamatlah kita, bisa-bisa untuk selamanya. Kupikir ada benarnya. Watak orang Lampung asli yang khas adalah piil pesenggiri, yakni berkaitan dengan harga diri. Hargi diri mereka junjung. Siapapun yang melanggar piil pesenggiri mereka bisa-bisa seumur hidup tidak rukun lagi. Mereka punya semboyan lebih baik hancur daripada malu. Ini aku dengar dari tetua adat di pekon/desa yang aku tinggali.

Ada hal yang membuatku kaget ketika pertama kali tiba. Pikirku  ini berkaitan dengan sifat piil pesenggiri ini. Saat itu, aku dan kelima temanku naik angkutan umum dari Kota Agung menuju Kecamatan Bandar Negri Semuong. Awalnya, angkot kami berjalan mulus saja sampai tiba-tiba angkot diberhentikan dan terjadi pertengkaran yang hebat.

Tentu saja aku tidak terlalu mengerti apa yang mereka bicarakan karena mereka berbicara dengan bahasa Lampung. Namun, dengan bantuan bahasa tubuh aku mengerti apa yang mereka permasalahkan. Angkot itu sepertinya tidak sengaja melanggar sebuah motor ojek hingga spionnya lepas. Pemilik motor tidak terima dan terus mengejar angkot tersebut. Jadi, pelanggaran ini terjadi sebelum aku naik angkot itu.

Adu mulut yang terjadi sangat hebat. Orang-orang itu terlihat garang. Sopir angkot tidak berani keluar angkotnya. Mungkin kalau dia keluar bisa dipukuli. Sopir itu juga entah minta maaf atau tidak, tapi sepertinya tidak. Kedua pihak sama-sama bersikeras.

Aku dan teman-teman hanya berpandangan. Helloooo, berapa, sih, harga spion? Spion itu sebenanrnya juga tidak rusak atau pecah hanya lepas saja dan bisa dipasang kembali. Namun, pertengkaran karenanya sungguh lama, hebat, dan melibatkan banyak orang. Iya, banyak orang di situ, ada kawan-kawan sopir angkot dan ada kawan-kawan tukang ojek.

Tidak mengerti bagaimana penyelesaiannya. Yang kutahu, sopir angkot dibantu teman-temannya berhasil tancap gas meloloskan dari dari amukan tukang ojek. Saat kami angkot kami melaju, kulihat di belakang orang-orang itu masih tampak garang dan berbicara keras yang tidak kuketahui artinya.

Begitulah, Kawan, ini hanya pandangan dari seorang orang luar. Namun, bagiku ini menarik.



 

Tidak ada komentar: