Senin, 09 Januari 2012

CATATAN HARIAN SEBUAH BUKU HARIAN (FIKSI bagian 2)




Aku harus menulis masa depan.

Laras hanya menulis kalimat itu hari ini lalu berhenti berjam-jam sampai aku pun bosan menunggu. Aku senang. Itu artinya aku akan mendengar mimpi-mimpinya. Cerita tentang besok selalu menyenangkan daripada cerita tentang hari ini. 
Aku masih menunggu. Sedikit lama. Mungkin susah bagi manusia untuk menceritakan hari esok daripada hari ini.

CATATAN HARIAN SEBUAH BUKU HARIAN (FIKSI bagian 1)



Aku hanyalah buku harian. Tidak benar bahwa aku mengetahui semua peristiwa, pikiran, dan isi hati orang yang memilikiku. Tuanku, ah, kusebut saja temanku, Laras, bahkan selalu merobek apa yang ia tulis di tubuhku. Kadang mencoret-coret sampai tak terlihat tulisannya lagi. Aku juga selalu lupa apa yang ia ceritakan kemarin karena ia selalu membuang lembaranku yang ia tulisi. Aku hanya buku yang terdiri dari lembaran-lembaran. Satu saja bagian diambil dari diriku, aku tidak dapat bercerita dengan utuh. Dan cerita, bagiku memang tidak pernah dapat disampaikan dengan sempurna.
***

Sekarang aku baru dapat memahami sesuatu setelah peristiwa itu sudah lewat. Lalu tiba-tiba aku ketakutan dan sedih, padahal kejadian itu adalah masa lalu. Ada yang tidak peduli masa lalu memang, katanya, entah, tapi bagiku masa lalu adalah bagian dari hidupku sekarang. Aku selalu menjadi orang yang menyalahkan masa lalu atas kesulitan-kesulitanku masa sekarang. Tapi bagaimana. Adakah yang paham. Bagaimana jika kau yang masih kecil melihat yang tidak seharusnya kau lihat. Mendengar apa yang seharusnya tidak kau dengar. Menanyakan sesuatu yang seharusnya tidak kau tanyakan.
Aku tidak percaya pada siapapun di dunia ini kecuali diriku sendiri. Aku tidak mau menceritakan apapun yang aku tahu karena orang lain tidak akan mengerti diriku. 
Betapa sulitnya memahami cinta dan bagaimana membedakannya dengan derita, lalu belajar memanipulasi bukan memaafkan. Bagaimana jika kau selalu dan selalu dianggap dewasa padahal kau hanya merasa anak kecil yang justru ingin dibuai dalam kenyamanan yang selalu didukung, bukan dirongrong. Bagaimana jika ada seseorang selalu membuatmu tertekan melibatkanmu dalam permainan logika dan perasaan. Tapi, kau tidak bisa membencinya karena kau merasa sayang padanya. 
***

Laras masih diam merenungi dirinya sendiri. Jika kau mengenalnya, kau akan langsung menebak bahwa dia memang gadis yang sombong. Aku tahu karena aku buku hariannya. Kau bisa lihat dari tulisannya hari ini. Tapi, sayangnya, dia tidak menginginkan diriku dilihat siapapun. Hati-hati, dia juga pandai memanipulasi. Termasuk memanipulasi kesedihan dan masalahnya yang selalu ia anggap tidak ada. Aku juga tidak tahu bagaimana menolongnya. Mencoba berteman? Bisa. Membuat ia bicara? Bisa. Membuat ia tertawa? Bisa. Marah? Menangis? Masih mungkin. Tapi, kurasa ia tidak bercerita banyak dengan jujur. Dia memang gemar memaafkan lalu menyalahkan diri sendiri. Ia mudah kagum pada orang lain, tapi tidak pernah memuji dirinya sendiri. Aku sayang padanya. Sampai sekarang, aku tetap berdoa agar aku tidak dibuang dan terus bisa menemaninya dan mendengar ceritanya.