Kami bertemu dengan orang yang termasuk lama tinggal di
pemukiman itu. Berdasarkan ceritanya, pertambangan
emas itu dulunya adalah hutan. Dulu, yang membuka lahan di tempat itu adalah
perantau tangguh dari Padang dan Bugis. Orang Jawa sebenarnya mengikuti jejak mereka. Meski begitu, yang tinggal di
sana sekarang banyak dari kalangan orang Jawa. Daerah itu juga termasuk daerah
transmigrasi.
Orang-orang pendatang menanam berbagai tanaman, seperti kopi
dan kakao. Ada juga cengkeh yang ditanam orang Bugis yang sekarang sudah mulai
ditinggalkan. Hutan yang ditanami itu juga termasuk kawasan hutan lindung.
Dulu, sebelum menjadi lokasi tambang, daerah itu menjadi
lokasi perusahaan kayu. Karena tidak maju, perusahaan itu gulung tikar. Suatu
hari ditemukanlah potensi mineral emas di daerah tersebut. Mulailah observasi
dan masuklah para ekspatriat mendirikan perusahaan tambang di sana.
Yup, ada lagi yang ingin kuceritakan. Apa dampak dari adanya
perusahaan itu? Limbah? Aku tidak pandai membicarakannya. Setahuku dari sedikit
mencuri dengar, perusahaan ini menyedot banyak pekerja. Mengurangi banyak pengangguran, ya? Banyak
yang berminat bekerja di sana meskipun pekerjaan ini berbahaya karena mereka
harus menambang di goa-goa. Kalau sedang ada gempa dan longsor berbahaya, kan?
Berikut ini adalah pemikiran temanku. Banyak pekerja tambang
yang dulunya petani. Bagaimana ini? Mineral emas tidak selamanya ada. Ketika
sumber daya itu habis, para pekerja itu harus mencari pekerjaan lain. Apa mereka bisa kembali menjadi petani? Apakah
lahan pertanian yang sudah disulap menjadi pertambangan bisa dikembalikan
menjadi area pertanian dan perkebunan yang subur kembali?
Bagaimana kalau menurutmu? Seperti apa pengelolaan potensi
tambang yang bijak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar