Sabtu, 30 Oktober 2010

Titik Awal

Saya sedang sakit, mungkin sekarat, atau belum, mungkin hampir. Entah. Pokoknya saya sedang sakit. Nafak sesak. Jantung berdebar. Tanah yang kupijak terasa miring. Ada banyak kunang-kunang yang tampak tersesat mendengung-dengung di pelupuk mataku. Aku sakit.

Ada sesuatu yang terenggut dariku.

Aku sakit. Aku meringis menahan sakit. Ingin menangis tapi energiku yang memaksa otot kelenjar air mata untuk menangis sudah terkuras sebelum air mata itu keluar. Aku sudah kelelahan. Lemas.

Aku tidak punya kontrol untuk proteksi diriku sendiri ketika ‘marah’ itu perlahan-lahan menguasaiku. Kemarahan bertubi-tubi hingga akhirnya aku hanya terduduk lemas kelelahan. Kemarahan yang masih terproses di otak tanpa pernah tergramatikal pada lisan. Aku hanya bungkam.

Sakit itu terus menggerogotiku hingga sekarang aku benar-benar sekarat.

Kini, aku hanyalah orang buta dan tuli. Gelap, hitam, dan sunyi. Aku tidak bisa melihat dan mendengar apa-apa. Bahkan aku merindukan bagaimana mengenal ibu, ayah, saudara, teman, dan semesta. Mungkin belakangan aku jauh dari Tuhan.

Perjalananku begitu panjang dan rumit hanya untuk menghasilkan kata-kata diam. Membisu. Karena aku sudah mengerti bahwa jawaban ada jika kutengok dan terus kugali alam batinku. Jawaban pasti. Adanya Tuhan.

Yah, aku harus bergegas kembali.

Tidak ada komentar: